Inno Ngutra
Minggu, 13 Februari 2011: Mat 5:17-37
... Perjalanan dengan taksi ke kapel kecil tempat saya merayakan misa bersama umat pagi ini meninggalkan segumpal kegalauan di hati. Betapa tidak, selain si sopir yang sedikit ugal-ugalan dan kasar dalam mengendarai mobilnya tapi ia juga melaju dengan kecepatan tinggi tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas sepanjang jalan yang ditempuh sekitar 30 menit itu. Ia membuat seakan-akan semua lampu lalu lintas berwarna hijau, bahkan ketika ada lampu merah dan bila ia memperhatikan tidak ada kendaraan lain yang seharusnya menggunakan jalur lampu hijau maka ia dengan santai saja menyerobot masuk. Ya, bukan hanya karena saya sedang belajar hukum maka timbul ketidak-senangan dalam hati dan pikiranku terhadap sopir ugal-‘--ugalan ini tapi aku berpikir jauh ke depan bila semua sopir berlaku sepertinya, maka pasti dunia ini menjadi sangat kacau balau, terutama di jalan-jalan umum. Setelah turun dari taxinya dan ketika mobilnya bergerak meninggalkanku, aku membaca sebuah tulisan di belakang mobilnya; “How’s my driving?” Dalam hati aku menjawabnya; “Pasti sangat buruk caramu mengendarai mobil.”
Injil hari ini berbicara banyak tentang reaksi Yesus terhadap hukum dan aturan nenek moyang-Nya. Terhadap semuanya itu, Ia berkata; “Kalian kira Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan Kitab para nabi? Tidak! Aku datang bukan untuk meniadakan semuanya itu melainkan untuk menggenapinya. Terlepas dari tafsiran tepat dari sisi teologis dan biblis, izinkanlah saya untuk mengajakmu bermenung dari sisi ini; Yesus tidak meniadakan hukum dan aturan yang telah ada, tetapi Ia menawarkan cara baru untuk melihat dan menemukan nilai-nilai penting di balik hukum dan aturan itu sendiri. Misalnya; Ada perintah: Jangan membunuh! Atau jangan berzinah! Nilai penting di balik aturan ini adalah “penghormatan dan penghargaan terhadap orang lain sebagai manusia.” Banyak orang selalu melihat aturan dan hukum sebagai beban atau pembatas kebebasan mereka seperti kesan seorang teman dalam statusnya kemarin di mana hanya karena alasan “ketatnya aturan Katolik maka pasangan suami istri lebih memilih untuk melangsungkan pernikahan mereka secara Protestan (di Gereja Prostestan), melainkan demi keteraturan perkawinan itu sendiri. Hukum tidak bernilai bila dibaca dalam dirinya sendiri. Hukum selalu terarah pada keteraturan hidup manusia. Lebih dari itu hukum tanpa cinta adalah sesuatu yang tak bernilai.
Oleh karena itu, fungsi hukum adalah untuk menjaga keteraturan hidup manusia, bahkan dengan menaati hukum dan aturan maka kita semakin maju peradaban dan semakin bersatu dengan Tuhan. Orang merasa bahwa hukum itu sebagai beban karena memang mereka sendiri tidak taat hukum atau karena memang pribadinya sendiri tidak beres dalam soal ketaatan. Sebaliknya kebebasan penuh sebagai anak-anak Allah terletak pada sejauh manakah kita taat terhadap hukum dan aturan Allah dalam hidup kita. Karena itu, izinkanlah aku menutup permenungan pagi ini dengan mengatakan bahwa “sebuah kota tanpa lampu lalu lintas pasti akan sangat kacau. Demikian pun sebuah gereja atau komunitas, pun sebuah keluarga tanpa hukum dan aturan maka hanya kekacauan dan ketidakadilanlah yang akan kita tuai. Hukum bukanlah mesin yang membuat sebuah mobil bisa berjalan. Akan tetapi, hukum adalah bagaikan lampu lalu lintas yang mengatur keteraturan para pengemudi di jalan umum. Lebih dari itu, hukum dapat menjamin keselamatan sopir dan para penumpang. Hukum ada demi keteraturan, karena itu ketaatan terhadap hukum menjadi syarat demi tercapainya keteraturan hidup serta menjaga keharmonisan relasi manusia dengan sesama dan manusia dengan Sang Khalik.
Salam seorang sahabat untuk para sahabat,
Romo Inno
Minggu, 13 Februari 2011: Mat 5:17-37
... Perjalanan dengan taksi ke kapel kecil tempat saya merayakan misa bersama umat pagi ini meninggalkan segumpal kegalauan di hati. Betapa tidak, selain si sopir yang sedikit ugal-ugalan dan kasar dalam mengendarai mobilnya tapi ia juga melaju dengan kecepatan tinggi tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas sepanjang jalan yang ditempuh sekitar 30 menit itu. Ia membuat seakan-akan semua lampu lalu lintas berwarna hijau, bahkan ketika ada lampu merah dan bila ia memperhatikan tidak ada kendaraan lain yang seharusnya menggunakan jalur lampu hijau maka ia dengan santai saja menyerobot masuk. Ya, bukan hanya karena saya sedang belajar hukum maka timbul ketidak-senangan dalam hati dan pikiranku terhadap sopir ugal-‘--ugalan ini tapi aku berpikir jauh ke depan bila semua sopir berlaku sepertinya, maka pasti dunia ini menjadi sangat kacau balau, terutama di jalan-jalan umum. Setelah turun dari taxinya dan ketika mobilnya bergerak meninggalkanku, aku membaca sebuah tulisan di belakang mobilnya; “How’s my driving?” Dalam hati aku menjawabnya; “Pasti sangat buruk caramu mengendarai mobil.”
Injil hari ini berbicara banyak tentang reaksi Yesus terhadap hukum dan aturan nenek moyang-Nya. Terhadap semuanya itu, Ia berkata; “Kalian kira Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan Kitab para nabi? Tidak! Aku datang bukan untuk meniadakan semuanya itu melainkan untuk menggenapinya. Terlepas dari tafsiran tepat dari sisi teologis dan biblis, izinkanlah saya untuk mengajakmu bermenung dari sisi ini; Yesus tidak meniadakan hukum dan aturan yang telah ada, tetapi Ia menawarkan cara baru untuk melihat dan menemukan nilai-nilai penting di balik hukum dan aturan itu sendiri. Misalnya; Ada perintah: Jangan membunuh! Atau jangan berzinah! Nilai penting di balik aturan ini adalah “penghormatan dan penghargaan terhadap orang lain sebagai manusia.” Banyak orang selalu melihat aturan dan hukum sebagai beban atau pembatas kebebasan mereka seperti kesan seorang teman dalam statusnya kemarin di mana hanya karena alasan “ketatnya aturan Katolik maka pasangan suami istri lebih memilih untuk melangsungkan pernikahan mereka secara Protestan (di Gereja Prostestan), melainkan demi keteraturan perkawinan itu sendiri. Hukum tidak bernilai bila dibaca dalam dirinya sendiri. Hukum selalu terarah pada keteraturan hidup manusia. Lebih dari itu hukum tanpa cinta adalah sesuatu yang tak bernilai.
Oleh karena itu, fungsi hukum adalah untuk menjaga keteraturan hidup manusia, bahkan dengan menaati hukum dan aturan maka kita semakin maju peradaban dan semakin bersatu dengan Tuhan. Orang merasa bahwa hukum itu sebagai beban karena memang mereka sendiri tidak taat hukum atau karena memang pribadinya sendiri tidak beres dalam soal ketaatan. Sebaliknya kebebasan penuh sebagai anak-anak Allah terletak pada sejauh manakah kita taat terhadap hukum dan aturan Allah dalam hidup kita. Karena itu, izinkanlah aku menutup permenungan pagi ini dengan mengatakan bahwa “sebuah kota tanpa lampu lalu lintas pasti akan sangat kacau. Demikian pun sebuah gereja atau komunitas, pun sebuah keluarga tanpa hukum dan aturan maka hanya kekacauan dan ketidakadilanlah yang akan kita tuai. Hukum bukanlah mesin yang membuat sebuah mobil bisa berjalan. Akan tetapi, hukum adalah bagaikan lampu lalu lintas yang mengatur keteraturan para pengemudi di jalan umum. Lebih dari itu, hukum dapat menjamin keselamatan sopir dan para penumpang. Hukum ada demi keteraturan, karena itu ketaatan terhadap hukum menjadi syarat demi tercapainya keteraturan hidup serta menjaga keharmonisan relasi manusia dengan sesama dan manusia dengan Sang Khalik.
Salam seorang sahabat untuk para sahabat,
Romo Inno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar