Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM : “SETETES AIR MATA SANG GEMBALA


Inno Ngutra


Kupandangi Salib di ujung kalung pemberian teman yang tergantung di hadapanku sebelum mencoba menulis ini untukmu, sederet kata keluar mengalir dari kedalaman jiwaku dan terarah kepada tubuh diam yang tak DIAM itu seraya berucap; “Sungguh, jumat yang melelahkan jiwa raga.” Dengan hanya diam tergantung di hadapanku tanpa sepatah... kata pun sebagai jawaban bagiku, aku sadar bahwa Ia tidak memberikan jawaban suara di telingaku tapi di kedalaman jiwaku. Diam-Nya adalah jawaban yang cukup jelas bagiku untuk menerima salibku dengan diam seperti Ia telah diam beribu-ribu tahun di atas berbagai salib buatan tangan manusia. Manusia melukiskan Tubuh-Nya di salib itu tapi mereka sendiri enggan memikul salib mereka dalam kehidupan harian. Reaksi yang berbeda pun muncul; Ia tetap diam sambil bergantung karena dosa-dosa kita, tapi kita memikul salib kita sambil mempersalahkan orang lain, bahkan Ia yang diam di salib itu pun dipersalahkan atas gelora-gelora hati dan pikiran kita.

Tak kusangkah hari jumat ini menjadi hari yang sungguh melelahkan jiwa dan raga. Beristirahat dan ingin mempersiapkan diri untuk ujian semester minggu depan ternyata Tuhan membuat sesuatu yang lain yang harus kutanggung hari ini sebagai sebuah salib. Doa kecil kupanjatkan; Terima kasih Yesus, karena Engkau mengizinkan aku untuk merasakan secuil derita bila dibandingkan dengan beratnya Salib-Mu dari rumah Pilatus menuju Golgota. Bangun jam 4.30 pagi dan seperti biasanya membuat renungan sebagai santapan jiwa pagi dan mengirimkannya kepada teman-teman dengan judul; “ADA APA DENGAN PERKAWINAN,” sungguh mendatangkan banyak reaksi dari pembaca, apalagi setelah diposting oleh seorang teman muda di group Katolik. Ratusan orang memberi jempol dan tanggapan, dan pastikan bahwa ibu-ibu mulai hadir dengan pergumulan mereka seperti apa yang kusebutkan dalam renungan tadi pagi. Wow…jadi ngetop di kalangan ibu-ibu niye…biasa menghibur diri…bisa kan? Aku mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban dan peneguhan, serta penjelasan seperlunya. Meskipun demikian, aku sadar bahwa jawabanku tidak bisa menyelesaikan setiap persoalan dalam hidup berumah tangga. Sebuah pertanyaan besar tetap menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, yakni; “Bagaimana pasangan harus bersabar sementara yang lain tidak pernah bertobat?” Apakah kami harus bersabar menghadapinya? Sampai kapan? Aku pun menjawab mereka: Aku tidak tahu! Tapi bila aku mau menjawab maka inilah yang bisa kuberikan kepadamu; “Jika aku yang mempersatukan kalian maka bisa saja atas dasar itu, aku pun akan menceraikan kalian. Akan tetapi, ketika aku bertanya kepada Dia yang tergantung di hadapanku dan Ia tetap diam tanpa kata, maka aku tahu jawaban-Nya masih tetap sama seperti tadi pagi; “Apa yang dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia.”

Malam ini aku kembali hadir dalam hati dan pikiranmu sebagai seorang teman dan mengatakan yang satu ini; Setiap pilihan ada resikonya. Anda berjuang dengan pasanganmu dan aku pun berjuang dengan diriku sendiri untuk tetap setia di balik derita jiwa dan raga yang sementara mendera. Menyaksikan dan mendengar kisah banyak teman tentang retaknya bahtera rumah tangga mereka, membuat aku kembali bertanya lagi kepada tubuh diam di depanku itu; “Adakah sesuatu yang salah dengan pernikahan yang Kau rencanakan sendiri? Kenapa Engkau menghendaki pria meninggalkan rumah bapanya dan bersatu dengan istrinya sehingga mereka tidak menjadi dua lagi tapi harus menjadi satu? Kenapa Engkau memberi kami hati dan pikiran untuk mengontrol nafsu dan keinginan kami, tapi, koq malah sekarang rasanya semuanya itu tidak berperan baik untuk mengeluarkan kami dari derita ini? Kesal hatiku ketika melihat tubuh itu tergeser sedikit karena hembusan angin sore. Aku teringat jawaban teman romo ketika beberapa hari setelah tahbisan yang membonceng temanku yang lain di atas motor bebek. Ketika tiba pada sebuah tanjakan, teman pengendarai motor meminta teman yang dibonceng untuk turun dan musti berjalan karena kekuatan motornya tidak bisa membawa dua orang menaiki tanjakan tersebut. Esoknya, dia membonceng seorang suster dan melewati tanjakan yang sama, ternyata motornya bisa menaiki tanjakan itu…hehehe…suster jadi korban lagi dari kelakuan sang romo ni…maaf ya, suster sayangku, suster malangku. Wow…koq jadi romantis banget…hibur diri sajalah daripada berpikir tentang rumitnya pernikahan sementara aku sendiri tidak pernah mengalaminya…hehehhe….Teman yang sehari sebelumnya terpaksa berjalan kaki menaiki bukit itu bertanya kepada teman pengendara motor; Kamu ini ngga adil! Masakan kemarin aku di suruh jalan kaki, sementara hari ini kamu bisa membawa suster di atas motor yang sama dan melewatinya? Jawaban teman ini sungguh kocak tapi penuh makna jika dimaknai dalam konsep pernikahan; Kawan, ketika aku memboncengmu dan menyuruhmu harus turun dan berjalan, karena aku merasakan bahwa ada DUA TUBUH di atas motor itu. Akan tetapi, ketika hari ini aku membonceng suster maka apa yang kurasakan yakni BUKAN DUA TUBUH LAGI TAPI SATU TUBUH. Wow…karena ketakutan, suster memeluk erat sang romo sementara sang romo menikmatinya…heheheh….maaf bila sedikit tidak enak di telinga Anda sekalian, terutama para susterku tercinta.

Ketika hari ini aku merasa capai raga dan jiwa untuk menjawab pertanyaan teman-teman dan membayangkan bagaimana beribu-ribu kasus yang dialami oleh pasangan suami istri di seluruh dunia, aku hanya membisikan di telinga jiwamu sebagai seorang sahabat; “Ingatlah kalian berdua sementara berada di atas motor kehidupan menuju jalan menanjak dan berbelok-belok. Jadikanlah tubuh dan jiwa Anda bukan dua seperti teman-teman romoku, tapi buatlah seperti sang romo dengan susterku yang katanya tidak lagi menjadi dua melainkan satu…Suster, jangan tersinggung dong…senyumlah kepadaku dan aku tahu bahwa engkau adalah saudariku, karena aku tahu pasti engkau memegang erat besi di pinggiran tempat duduk dan bukannya memeluk erat tubuh sang romo. Temanku hanya bercanda saja agar ceritanya menjadi menarik…tapi kalau suster memeluk pinggang romo karena ketakutan….ehe…dimaklumi aja deh…kan dalam keadaan darurat alias bahaya. Romo, ini bukan baptisan darurat! Heheheh…..! Wow, koq iklannya panjang banget? Tapi saudaraku, aku hanya mengingatkanmu sebagai seorang sahabat walaupun aku sendiri tak pernah mengalami keadaan riil seperti Anda di dalam bahtera rumah tanggamu. Banyak orang berlayar seperti para murid Yesus di danau dulu. Perahu mereka dihantam badai dan topan. Mereka ketakutan dan berteriak histeris. Di tengah ketakutan hati dan jiwa karena akan tenggelam, mereka menyadari bahwa Yesus berada di dalam perahu mereka. Mereka membangunkan Dia, dan Yesus pun menghardik angin dan badai itu sehingga danau menjadi tenang, dan mereka pun berlayar sampai ke tujuan. Hidup rumah tanggamu pun adalah sebuah perahu yang didayung oleh dua dayung hati yang berbeda; Kadang dayungan dari kanan, dari sang suami terlalu kuat sehingga membuat perahumu berbelok ke kiri; kadang juga dayungan sang istri keras menghentak sehingga perahumu berbelok ke kanan dalam sekejab. Akan tetapi, baiklah Anda sadar bahwa kalian berdua sementara berada di dalam satu perahu dengan dua dayung. Bersepakatlah untuk mengurani kekuatanmu masing-masing sehingga sama-sama mendayung walaupun dari tepi perahu yang berbeda. Bukankah ketika Anda berdua mengangkat dayung dan mulai mendayung dalam irama yang sama, akan tercipta keindahan dan keharmonisan?

Sahabatku, hari ini menjadi hari yang cukup melelahkan, tapi kupandang kembali tubuh yang diam membisu di hadapanku. Dalam diam-Nya justru Ia mengatakan bahyak hal di dalam jiwaku. Bukankah Aku berada di dalam perahu para murid-Ku ketika mereka mendapatkan badai dan topan di danau itu? Bukankah Aku menanti sampai mereka datang membangunkan Aku sehingga Aku berbuat sesuatu untuk mereka? Mendengarkan bisikan di kedalama jiwaku, aku hanya mau datang kepadamu sebagai seorang sahabat dan mengatakan yang satu ini; “Yesus tak pernah menjanjikan laut yang tenang yang bisa diarungi oleh perahu rumah tanggamu, tetapi ini yang pasti bahwa Ia berada di dalam perahumu saat ini. Bukankah Ia sendiri yang telah mempersatukan engkau dan dia waktu janji suci diikrarkan di depan altar dalam misa kudus? Sahabatku, Ia sungguh di sana, di dalam bahtera rumah tanggamu. Sadarlah dan bangunkanlah Dia untuk meredahkan badai dan topan yang sementara menghantam perahu rumah tanggamu saat ini. Bukankah seorang pelaut menjadi terkenal karena ia berani menerjang ombak dan badai ketika berlayar dan berhasil mencapai tepian yang lain? Aku percaya bahwa Anda pun pelaut ulung dalam perahu rumah tanggamu. Anda bisa karena Anda punya dua dayung dan mendayung dari dua arah memciptakan keindahan dan keharmonisan. Bagaimana dengan aku? Aku terpaksa mendayung dengan dua tangan dalam waktu bersamaan agar keindahan dan keharmonisan itu pun tercipta dalam jalan panggilanku. Wele…romo, ini bukan pembahasan tentang panggilan seorang romo, tapi tentang pernikahan dan perkawinan…Aku pun menjawab; Maaf deh kalau gitu. Tapi apa yang mau kukatkan kepadamu sebagai seorang sahabat, yakni; mendayunglah sampai ke tepian yang sudah nampak di depan. Badai dan ombak tidak akan membuatmu tenggelam karena Anda memiliki seorang pembantu sejati, yakni Yesus sendiri yang telah Anda berdua minta untuk menyatukan hatimu di depan altar suci itu. Ia sungguh ada di sana, di dalam perahu rumah tanggamu saat ini. Mungkin saat ini, ada yang sementara berlayar di tengah laut yang tenang, yang lain berlayar di tengah hujan dan badai, dan yang lain lagi berlayar menghadapi ombak dan taufan, tetapi pelabuhan tujuan kita adalah sama dan sedang nampak di depan mata kita. Mendayunglah terus sampai ke tepian, pelabuhan tujuan akhir. Aku pastikan bahwa ketika Anda mencapai tepian tujuan sana dengan melewati badai dan gelombang, maka Anda akan merasakan kebahagiaan yang tiada taranya. Setidaknya Anda akan mengakui diri sebagai seorang pelaut ulung seperti nenek moyang kita….Koq sampai ke sini sih, romo?

Setetes air mata membasahi pipiku memikirkan tentang engkau di hadapan tubuh diam yang bergantung tenang di hadapanku sambil membisik kepada-Nya; Aku tidak mempunyai jawaban untuk mereka yang telah kau persatukan, dan yang saat ini menghadapi masalah dalam bahtera rumah tangga dan panggilan mereka. Aku tidak mempunyai kuasa seperti Engkau. Yang aku buat saat ini adalah aku rela menjadi seorang pengemis di hadirat-Mu yang Kudus untuk saudara-saudariku yang sementara berjuang mempertahankan keutuhan rumah tangga dan pangggilan mereka. Sadarkanlah yang melukai dan sembuhkanlah yang terluka dengan pengampuanan dan kerahiman-Mu yang ajaib. Biarlah malam ini ketika mereka datang dan membangunkan-Mu seperti apa yang diperbuat oleh murid-murid-Mu dulu di danau itu, Engkau pun rela bangun dan menghardik serta memutuskan segala belenggu yang mengikat dan mengekang indahnya perkawinan dan panggilan yang telah Kau sendiri anugerahkan kepada mereka. Sungguh, hari ini, aku mengalami kecapaian jiwa raga untuk memadang dengan lesuh kenyataan ini. Tapi aku tetap yakin bahwa “TIDAK ADA YANG SALAH KETIKA ENGKAU MEMPERSATUKAN DUA INSAN YANG BERBEDA UNTUK MENJADI SATU. TIDAK ADA YANG KURANG KETIKA ENGKAU MENYEMATKAN RAHMAT IMAMAT DAN PANGGILAN HIDUP MEMBIARA KEPADA PARA ROMO DAN SUSTER.

Aku mau beristirahat malam ini dan betapa rindu hatiku untuk merasakan dekapan hangat-Mu seraya berharap semoga esok dengan terbitnya sang surya, Engkau mau menyertakan dengan seberkas harapan bagi teman-teman yang sedang mengalami pergolakan dalam hidup pernikahan dan panggilan mereka. Hanya kepada-Mu saja, setetes air mata kuberikan sebagai doaku untuk sahabat-sahabatku dalam Gereja-Mu yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

Romo Inno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar